Oleh : Sabjan Badio & Siska Yuniati
Majalah dinding
atau mading merupakan media komunikasi yang telah dikenal lama oleh masyarakat.
Mading tidak hanya dibuat oleh siswa di sekolah, namun juga diciptakan dan
dikonsumsi oleh masyarakat umum.
Saat mendengar
kata mading, sesuai kepanjangannya, majalah dinding, tentu saja yang terbayang
dalam benak kita adalah majalah yang terpasang di dinding. Anggapan itu tidak
keliru karena prinsip dasar yang ada pada mading layaknya pada majalah. Penyajiannya
menggunakan media papan (tripleks, karton, gabus, atau bahan lain) yang
dipampang pada dinding.
Rubrik-rubrik mading sama dengan rubrik-rubrik majalah.
Tata letak mading juga tidak jauh berbeda dengan majalah pada umumnya, hanya
saja dalam mading lebih sederhana, semua rubrik ditempatkan pada satu halaman
atau muka saja.
Materi mading itu sendiri, menyesuaikan tempat mading itu berada. Mading yang ditempatkan di sekolah tingkat SMP/MTs dan SMU/MA berisi tulisan-tulisan yang disesuaikan dengan karakter sekolah-sekolah tersebut. Selain tulisan, mading juga dilengkapi gambar, misal karikatur atau gambar lain. Hanya saja, untuk tingkat tersebut tulisan tetap lebih dominan. Sementara itu, pada jenjang pendidikan yang lebih rendah, seperti SD dan TK, gambar lebih dominan daripada tulisan.
Ragam Tulisan Mading
Rubrik mading
sekolah dapat beragam sesuai kreativitas pengelola dan kebutuhan pembaca atau
warga sebuah sekolah. Rubrik yang dihadirkan untuk sekolah menengah (SMP-SMA
dan MTs-MA) didominasi oleh tulisan jurnalisme, opini, dan sastra. Sisahnya
adalah jatah rubrik yang berhubungan dengan kreativitas seni, misalnya
fotografi dan album foto, komik pendek, karikatur, lukisan, ilustrasi, dan
sebagainya.
Nursisto (2003:
29-38) mengungkapkan, tulisan yang lazim muncul dalam mading adalah spot
news, feature, dan reportase. Reportase sebenarnya hanyalah
proses dalam pengumpulan data. Jadi, pengelompokan tulisan yang mungkin
dilakukan di mading adalah news, feature, opini, dan sastra. News
adalah tulisan yang disajikan secara langsung dan apa adanya yang biasanya
menjadi andalan surat kabar harian.
News dibangun
dengan sistem 5W + 1H (what, who, where, when, why, dan how). What
mengupas apa yang terjadi, who berkenaan dengan pelaku peristiwa, where
memuat tempat terjadi peristiwa yang diberitakan, when bersinggungan
dengan waktu terjadi peristiwa, why menjawab masalah sebab terjadi
peristiwa, dan how menghadirkan informasi tentang bagaimana kejadiannya.
Pada majalah dinding, news biasanya hanya berupa tulisan pendek, bahkan
kadangkala hanya ditampilkan dalam bentuk berita foto yang disertai caption
(tulisan di bawah foto atau gambar yang berfungi sebagai keterangan).
Tulisan feature
bisa dikatakan lebih ringan daripada berita (dan artikel opini). Namun, bukan
berarti feature bisa dianggap enteng. Ciri khas feature adalah
bagaimana penulis berkreativitas (dalam menulis), menyajikan tulisan yang
informatif (isinya), dan menghibur (cara penyajian, bahasa, dan penuturannya).
Tulisan jenis ini terbagi menjadi news feature, science feature,
dan human interest feature. News feature muncul bersamaan dengan
terjadinya peristiwa (tepatnya beberapa saat setelah peristiwa terjadi).
Berita
disajikan dengan disertai proses terjadinya. Science feature ditandai
dengan kedalaman pembahasan dan objektivitas pandangan yang dikemukakan.
Sementara itu, human interest feature adalah feature yang lebih
banyak menuturkan situasi yang menimpa seesorang dengan cara penyajian yang
menyentuh hati dan menyentil perasaan (Suroso, 2001: 94).
Baik news
maupun feature, harus ditulis berdasarkan proses reportase. Proses
reportase dilakukan melalui observasi, interview (wawancara), hingga riset
(penelitian atau pengamatan intensif dan cermat baik secara langsung maupun
dengan studi pustaka).
Jenis tulisan
yang juga menjadi favorit mading dan surat kabar pada umumnya adalah artikel
opini. Menurut Suroso (2001), artikel opini merupakan tulisan yang berisi
gagasan, ulasan, atau kritik terhadap suatu persoalan yang ada dan berkembang
di tengah-tengah masyarakat yang ditulis dengan bahasa ilmiah populer. Atikel
opini ini terbagi menjadi pengetahuan populer, penuntun praktis (guidance),
politik, olahraga, dan kebudayaan. Data untuk penulisan artikel ini dapat
diperoleh melalui wawancara, penelitian atau penyelidikan langsung, dan bahan
cetakan.
Terdapat
perbedaan mendasar antara tulisan feature (dan news) dengan
artikel opini. Suroso (2001: 96-97) mengungkap bahwa artikel opini membuat
orang berpikir dan isinya menyangkut analisis, pendapat, saran, yang penuh
muatan sebab-musabab. Tulisan opini didorong oleh alasan-alasan ilmiah yang
mengandung resiko polemik, baik yang bersifat mendukung maupun membantah. Hal
ini berbeda dengan feature, feature lebih bersifat rileks,
berpengaruh pada perasaan pembaca, membuat pembaca menjadi senang, terharu,
bersemangat, bahkan menangis. Walaupun begitu, setiap media mempunyai gaya
sendiri dalam menyampaikan tulisan-tulisannya.
Kemudian, jenis
keempat yang kerap menghiasi wajah mading adalah jenis tulisan sastra, yaitu
cerbung, cerpen, dan puisi. Namun, lazimnya, yang terpublikasi hanyalah cerpen
dan puisi, sementara cerbung jarang ditampilkan berkenaan sulitnya mendapatkan
tulisan yang bermutu dan layak untuk diterbitkan di mading.
Untuk
menghadirkan semua jenis tulisan tersebut pengelola (redaktur tiap-tiap rubrik)
harus memberitahukannya secara luas pada semua warga sekolah, misalnya melalui
pemberitaan pada edisi sebelumnya, pada majalah-majalah biasanya tertulis: Tema
Edisi Depan (Berikutnya). Melalui pemberitaan tersebut, para siswa,
karyawan, dan guru memiliki informasi yang jelas dan waktu cukup untuk menulis
sesuai minatnya.
Dalam pengumpulan tulisan tersebut, pengelola harus membatasi
waktu penyerahan tulisan dengan menyisahkan waktu untuk proses penenerbitan,
mulai penyeleksian, editing atau penyuntingan, hingga layout atau
perwajahan. Untuk itu, para redaktur harus memilih naskah terbaik secara
objektif.
Manfaat Mading
Banyak manfaat
yang diperoleh dari mading. Mading dapat dijadikan media komunikasi. Tulisan
pada mading merupakan bentuk komunikasi antarpihak tertentu. Tulisan tersebut
menghadirkan informasi atau peristiwa yang terjadi dalam lingkup tertentu pula.
Sebagai contoh, mading di sekolah, tentu akan menuliskan berita berkenaan
dengan kegiatan atau info sekolah, hal yang tidak akan didapatkan dari koran
atau majalah pada umumnya. Pembaca mading yang merasa berkepentingan dengan
berita tersebut barangkali tidak hanya sekadar membaca, namun juga merespons
atau menanggapinya. Di sinilah akan terjadi komunikasi antara redaksi mading
dengan pembaca, antara pembaca dengan pembaca lain.
Mading juga
dapat dijadikan wadah untuk menampung kreativitas. Mading tidak hanya
menampilkan tulisan dalam rubriknya, namun juga kreasi seni visual dan
kerajinan. Kreativitas seni tidak hanya mengusung keindahan, akan tetapi juga
mempertimbangkan segi ekonomis dan pemanfaatan benda-benda di sekitar. Demikian
pula dengan tulisan dalam setiap rubriknya. Redaktur harus jeli memilih berita
yang ada di lingkungannya kemudian mengolahnya menjadi berita yang menarik.
Dari mading,
redaktur dan pembaca akan banyak belajar. Redaktur mading dalam mempersiapkan
lahirnya mading dalam setiap edisinya tentu membutuhkan pengetahuan atau
informasi yang tidak sedikit. Tentunya secara tidak langsung siswa ditugasi
menulis salah satu tulisan akan banyak membaca. Bagaimana pun juga keterampilan
menulis harus dibekali dengan pengetahuan yang luas. Sementara pembaca mading
selain mendapatkan informasi dari mading, ia akan termotivasi untuk menggali
pengetahuan lebih lanjut. Tulisan dalam mading sifatnya ringkas karena terbatas
luasnya media. Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut pembaca dapat
mencarinya melalui media lain (surat kabar, internet, dsb).
Siswa atau
orang-orang yang tergabung dalam redaksi mading akan belajar berorganisasi.
Mereka belajar mengurus suatu penerbitan. Dalam menghadirkan sebuah mading
perlu proses panjang, mulai dari pengumpulan bahan, penyuntingan hingga
penyelesaian. Setiap redaktur mau tidak mau belajar bertanggung jawab
menyelesaikan tugas yang diembannya. Tujuannya tidak lain agar mading selesai
tepat waktu. Keterlambatan terbitnya mading akan berpengaruh terhadap isi
berita yang ditulis. Berita sudah tidak aktual atau basi sehingga kehadiran
mading berkurang fungsinya.
Mading dan Aktivitas Baca-Tulis
Dalam belajar
bahasa Indonesia ada empat keterampilan yang harus dikuasai siswa. Keempat
keterampilan tersebut adalah menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Kalau
dipasangkan, maka menyimak atau mendengarkan akan berpasangan dengan berbicara,
sedangkan membaca berpasangan dengan menulis. Pasangan keterampilan berbahasa
tersebut saling mempengaruhi. Aktivitas berbicara dibarengi aktivitas menyimak.
Keberhasilan menyimak akan berpengaruh terhadap keterampilan berbicara.
Demikian pula dengan keterampilan menulis, keterampilan ini sangat erat
hubungannya dengan keterampilan membaca. Menulis merupakan bentuk penuangan ide
dari hasil membaca. Semakin banyak membaca, semakin banyak pula informasi yang
dapat disampaikan melalui tulisan.
Kurikulum KTSP
mata pelajaran bahasa Indonesia SMP/MTs untuk keterampilan membaca dan menulis
menuntut siswa untuk dapat menyimpulkan isi bacaan setelah membaca cepat 200
kata per menit, menemukan gagasan utama dalam teks yang dibaca, membedakan
antara fakta dan opini, menganalisis nilai-nilai kehidupan dalam cerpen,
menulis kreatif puisi, mengubah teks wawancara menjadi narasi, menulis laporan
dengan bahasa yang baik dan benar, menyunting karangan, menulis cerpen, serta
menulis surat pembaca. Kompetensi dasar yang disyaratkan dalam
pembelajaran bahasa Indonesia di atas tidak akan berhasil kalau hanya
disampaikan selama 2 x 40 menit di dalam kelas. Materi-materi tersebut
sebaiknya dipraktikkan dan terus dilatih agar menjadi keterampilan yang bermanfaat
untuk kehidupan anak didik.
Keberadaan
mading sangat dekat dengan aktivitas baca-tulis. Sebelum diterbitkan, redaktur
akan mengumpulkan naskah atau tulisan. Tulisan dapat berasal dari redakur
sendiri maupun kontribusi pembaca. Dalam proses penyaringan naskah tersebut
diharapkan ada kompetisi untuk menjadi yang terbaik hingga dipilih oleh
redaktur rubrik untuk dimuat. Dalam proses kompetisi tersebut ada proses
pembacaan dan pembelajaran menulis.
Para
kontributor sebelum mengirimkan naskah setidaknya telah melalui tahapan-tahapan
menulis. Tahapan-tahapan tersebut mengumpulkan bahan, menulis artikel,
melakukan perbaikan (revising), menyunting (editing), pembacaan
percobaan (proof reading), serta memublikasikan (mengirimkan tulisan).
Dalam menyunting tulisan, hal yang harus diperhatikan adalah tanda baca, huruf
kapital, ejaan, tata bahasa, dan keefektifan kalimat.
Pada tahap
pembacaan percobaan (proof reading) yang harus dilakukan adalah
melakukan pembacaan percobaan, ini sebaiknya dilakukan oleh pihak lain yang
tidak ikut menulis naskah tersebut. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah
cara penyajian dapat diterima dan enak dibaca oleh pembaca, serta apakah
materi-materi yang disampaikan dapat dipahami dengan baik (Yuniati,
2008: 39). Dalam pengiriman naskah, kontributor harus jeli mengamati materi
rubrik yang akan dibidiknya. Para kontributor dapat belajar dari edisi-edisi
sebelumnya. Hal ini dilakukan agar tulisan yang dibuat sesuai dengan kebutuhan
mading sehingga berpeluang untuk dimuat.
Kehadiran mading
juga diharapkan mampu memotivasi siswa untuk membaca dan menulis. Asumsinya,
siswa akan aktif membaca tulisan yang ada di mading karena yang menulis adalah
temannya sendiri atau orang yang dikenal. Hal ini juga akan memberi dorongan
siswa untuk menulis seperti yang telah dilakukan temannya. Selain itu, siswa
lebih berani untuk mengirimkan tulisannya karena seleksi naskah tidak seketat
surat kabar atau majalah yang dikonsumsi masyarakat luas.
Latihan
menulis, mau tidak mau akan menguras energi yang tidak sedikit. Wajar saja
karena disinyalir bahwa penentu keberhasilan dalam menulis adalah kerja keras.
Bahkan, porsinya mencapai 90%. Kerja keras di sini dimaksudkan sebagai
aktivitas latihan, ketekunan, dan keinginan untuk meningkatkan kualitas diri
dengan selalu belajar. Belajar dapat dilakukan melalui pendidikan formal dan
non-formal seperti rutinitas membaca dan menulis.
Akhirnya,
bagaimana pun juga aktivitas permadingan dan baca-tulis tidak terlepas dari
peran aktif guru. Peran aktif para pendidik tersebut sangat diharapkan berupa
motivasi dan teladan dalam membaca dan menulis. Jika para guru tidak mampu
memberikan motivasi dan keteladan, berbagai upaya yang dilakukan tidak akan
banyak berhasil. Hal yang paling krusial tentu adalah keteladanan, bagaimana
para guru meneladankan rutinitas membaca dan kebiasaan menulis pada para siswa
akan menentukan perkembangan baca-tulis siswa kemudian hari.
Aktivitas
permadingan ini tentu perlu rangsangan lebih dengan mengadakan
kegiatan-kegiatan perlombaan, baik tingkat sekolah maupun tingkatan yang lebih
luas. Pada peristiwa seperti ini, para siswa dapat mengukur (untuk kemudian
meningkatkan) kemampuannya dalam menulis dan mengelola mading. Pada lingkup
internal mading sendiri, mungkin dapat dilakukan pemilihan artikel terbaik
sepanjang tahun, foto terbaik, dan sebagainya.
Referensi
Nursisto.
1999. Membina Majalah Dinding. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
Suroso.
2001. Menuju Pers Demokrasi. Yogyakarta: Lembaga Studi dan Inovasi
Pendidikan.
Yuniati,
Siska. 2008. Menulis Resensi Buku. Yogyakarta: MTs Negeri Giriloyo.
Sumber :
https://mediaksara.wordpress.com/2010/04/04/merangsang-aktivitas-baca-tulis-melalui-mading-sekolah/
Biodata penulis :
Sabjan Badio adalah seorang penulis, editor, dan blogger. Beberapa karyanya mendapatkan penghargaan pada tingkat lokal dan nasional serta digunakan sebagai referensi di dalam dan luar negeri. Selain menulis, Sabjan Badio juga mengajar di sekolah dan perguruan tinggi.
Sabjan merupakan sosok yang terlibat dalam penyusunan media audio untuk tunanetra di Indonesia terkait Gerakan Literasi Sekolah yang digagas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan. Selain itu, Sabjan juga tercatat sebagai salah seorang penyusun kurikulum sekolah menengah kejuruan di Indonesia.
Tautan lanjut : https://id.wikipedia.org/wiki/Sabjan_Badio
Siska Yuniati adalah seorang penulis, penyunting,blogger berprestasi,guru bahasa, dan aparatur sipil di Kementerian Agama Republik Indonesia. Kelahiran Bantul, 26 Juni 1980. Dunia menulis mulai digelutinya sejak bangku sekolah di mana ketika itu dia menjadi ghost writer atau penulis bayangan untuk sebuah lomba menulis puisi. Aktivitas menulis ini terus ditekuninya ketika menapaki jenjang pendidikan tinggi di Universitas Negeri Yogyakarta.
Di universitas tersebut, Siska Yuniati mulai melirik media massa nasional. "Mesin Jahit Ibuku" (2004) adalah sebuah tulisan yang diterbitkannya di majalah wanita Ummi yang sekaligus menjadi pelecut baginya untuk terus menulis.
Dalam perjalanan karier menulisnya, Siska Yuniati menyadari pentingnya latihan menulis. Sebagai sebuah keterampilan, kemampuan menulis harus selalu diasah dan dikembangkan.Di antara tips untuk meningkatkan kemampuan menulis adalah dengan membiasakan diri menulis buku harian. Pandangannya tentang hal ini beberapa kali dikemukakan dalam artikel yang ditulisnya untuk media massa. Selain pembiasaan, hal lain yang menurut Siska penting dilakukan adalah riset. Sebuah riset berperan penting dan menentukan kualitas sebuah karya kreatif.
Tautan lanjut : https://id.wikipedia.org/wiki/Siska_Yuniati
Biodata penulis :
Sabjan Badio adalah seorang penulis, editor, dan blogger. Beberapa karyanya mendapatkan penghargaan pada tingkat lokal dan nasional serta digunakan sebagai referensi di dalam dan luar negeri. Selain menulis, Sabjan Badio juga mengajar di sekolah dan perguruan tinggi.
Sabjan merupakan sosok yang terlibat dalam penyusunan media audio untuk tunanetra di Indonesia terkait Gerakan Literasi Sekolah yang digagas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan. Selain itu, Sabjan juga tercatat sebagai salah seorang penyusun kurikulum sekolah menengah kejuruan di Indonesia.
Tautan lanjut : https://id.wikipedia.org/wiki/Sabjan_Badio
Siska Yuniati adalah seorang penulis, penyunting,blogger berprestasi,guru bahasa, dan aparatur sipil di Kementerian Agama Republik Indonesia. Kelahiran Bantul, 26 Juni 1980. Dunia menulis mulai digelutinya sejak bangku sekolah di mana ketika itu dia menjadi ghost writer atau penulis bayangan untuk sebuah lomba menulis puisi. Aktivitas menulis ini terus ditekuninya ketika menapaki jenjang pendidikan tinggi di Universitas Negeri Yogyakarta.
Di universitas tersebut, Siska Yuniati mulai melirik media massa nasional. "Mesin Jahit Ibuku" (2004) adalah sebuah tulisan yang diterbitkannya di majalah wanita Ummi yang sekaligus menjadi pelecut baginya untuk terus menulis.
Dalam perjalanan karier menulisnya, Siska Yuniati menyadari pentingnya latihan menulis. Sebagai sebuah keterampilan, kemampuan menulis harus selalu diasah dan dikembangkan.Di antara tips untuk meningkatkan kemampuan menulis adalah dengan membiasakan diri menulis buku harian. Pandangannya tentang hal ini beberapa kali dikemukakan dalam artikel yang ditulisnya untuk media massa. Selain pembiasaan, hal lain yang menurut Siska penting dilakukan adalah riset. Sebuah riset berperan penting dan menentukan kualitas sebuah karya kreatif.
Tautan lanjut : https://id.wikipedia.org/wiki/Siska_Yuniati